"maaf yaa aku nyusahin..."
"Ya emang nyusahin. Nyusahin bukan karna kamu ketiduran bukan karna kamu ga dapat ttd. Nyusahinnya karna km ga bilang dari awal kendalamu. Ada kalanya kalau kita jgn ngerasa sok kuat, Ka. Jgn hancur kayak aku."
---
Dalam hidup ini kita bertemu dengan banyak orang. Ada yang kita temui karena suatu urusan, ada yg kita temui untuk memberikan pelajaran, ada pula yang kita temui tapi tidak bisa kita bersamai. Mungkin salah satunya adalah kamu. Yaah, meskipun masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan bahwa kita bertemu bukan untuk bersatu.
Akan aku ceritakan padamu seandainya nanti kita bertemu di situasi yang tidak lagi sama. Tapi mungkin saat itu akan lama sekali datangnya, dan bisa jadi setelah bertemu kita tak bisa bercengkrama. Jadi akan kutulis disini saja. Untukmu, jika suatu hari nanti aku lupa.
"Aku bersyukur kepada Tuhan bisa bertemu denganmu. Yah meskipun hanya selama kuliah. First impression yang bagus, aku menyukaimu. Sejak tahun pertama sampai tahun terakhir bahkan sekarang, aku masih menyukaimu.
Sekarang setelah kurang lebih tiga bulan kita tidak berbincang, aku menyadari sesuatu. Dulu aku pikir pertemuan kita -yang tentu saja cukup akrab- pada tahun pertama dan tahun terakhir kuliah adalah takdir. Sekarang pun aku masih berpikir begitu. Hanya saja jika dulu aku berharap itu adalah sebuah pertanda bahwa kita bisa membersamai, saat ini aku berpikir bahwa pertemuan kita adalah salah satu cara Tuhan untuk menjagaku. Menjagaku untuk tidak malas lewat kamu yang tidak suka orang malas. Menjagaku dari kebiasaan mengucapkan kata kotor melalui kamu yang memarahiku setelah berkata kotor. Menjagaku untuk terus berprestasi lewat kamu yang selalu mengukir prestasi. Menjagaku untuk tetap "on track" saat tingkat awal dan tingkat akhir. Dan juga menjagaku untuk tetap menjadi gadis baik lewat pesan-pesanmu.
Yaah, sekali lagi, mungkin ini masih terlalu dini untuk menyimpulkan. Tapi aku bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepadamu karena telah menjagaku dan memberikanku pelajaran. Sungguh, aku belajar banyak darimu. Dan seandainya memang kehadiranmu hanya sebatas itu, sungguh aku tetap bersyukur. Terima kasih, Ram."
Monday, June 15, 2020
Sunday, March 15, 2020
Mencintai Tak Pernah Mudah, Dicintai Tak Selalu Indah (5)
"Sudahlah, aku tidak peduli tidak diakui, yang penting aku mengakuimu. Aku juga tidak ada waktu untuk memintamu mengakuiku. Yang penting aku berbuat baik kepada siapa saja termasuk kamu."
***
Dahulu aku sering bertanya-tanya bagaimana rasanya mencintai dan dicintai oleh orang yang kita cintai. Iya, saat itu aku sedang mencintai seseorang. Dia pernah mencintaiku, tapi tak ada ikatan resmi di antara kami. Kami pun tiba-tiba mengakhiri tanpa pernah betul-betul memulai. Aku tetap bertahan pada perasaanku, tapi dia sepertinya tidak. Dia sudah menemukan gadis lain. Meskipun demikian, sesekali dia masih sering bercerita kepadaku. Bercerita betapa sakitnya dia, keinginannya, kemarahannya, yaa apapun. Aku menjadi tempatnya berbagi keluh kesah, dia menjadi tempatku mengadu resah. Tanpa ikatan, dan aku masih menyimpan perasaan. Saat itu dia merasa dia adalah sampah. Dalam hatiku, "kalau kamu sampah, berarti aku tempat sampah ? atau aku cuma sekedar samsak tempatmu melepas marah ?" Sesekali ia terlihat sangat peduli, menyapaku riang, berbincang santai, yaa kembali seperti dulu saat kami sama-sama tahu bahwa hati kami saling memiliki meski tanpa ikatan resmi. Namun jauh dalam hatiku, aku tak bisa bersikap biasa saja saat bertemu dengannya. Aku masih canggung. Api pembakar hubungan kami masih terasa membatasi.
Waktu berlalu dan kami bertemu dalam satu kelas. Aku sangat senang, tapi sepertinya dia tidak. Begitulah, hingga akhirnya aku bertemu adik tingkat itu. Aku menceritakan padanya tentang itu. Tanggapan dia ? Luar biasa marah. Dia tak pernah menganggapku meskipun selama ini aku dengan gamblang menyatakan perasaanku, lalu kenapa sekarang dia marah? bukankah seharusnya dia senang karena aku tidak akan mengusiknya lagi? Kami saling mendiamkan saat di kelas. Sebenarnya selama ini tak pernah berkomunikasi juga. Tapi yang ini betul-betul terasa bahwa dia marah dan mendiamkan aku. "Maaf sempat cemburu", katanya setelah sekian lama. Mengapa baru sekarang? Aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh orang yang aku cintai. Lalu kenapa baru sekarang kamu mengatakan itu ketika aku merasa aku sudah menemukan orang yang mencintai aku dan aku mencintainya? Aku lelah.
"tenang saja, aku tidak berpikir untuk kembali, aku hanya peduli pada akademikmu."
***
"hati-hati di jalan! ♡"
Sebuah pesan singkat yang tertulis dalam kemasan coklat yang dimasukkan diam-diam ke dalam tasku pagi itu. Aku akan pulang ke rumah, liburan akhir tahun sekaligus libur semester 7. Dia tidak pulang. PKL membuatnya tidak bisa menikmati liburan akhir tahun karena tahun ajaran yang waktunya dipadatkan sehingga semester 6 dimulai lebih awal. Dia mengantarkan aku ke stasiun, setelah malamnya kami nonton film. Diantar ke stasiun adalah suatu hal berharga bagiku yang selama ini selalu pergi ke stasiun sendiri. Di sekitar gerbang check in aku masih saja berdiri di sebelahnya, dia menatapku, aku menatapnya. "gak papa, cuma tiga minggu ini kan..."
"aku sudah di kereta. Hey kapan kamu memasukkan coklat ini? Aku tidak sadar sama sekali"
"tadi waktu antre check-in. Ah payah kamu, seandainya aku copet sudah habis barangmu. Tadi bahkan aku sampai diliatin orang-orang dikira copet."
"ah gituu... Makasih yaaa hehe"
"emm... Kita boleh pacaran? Aku udah sayang kamu. Aku mau bilang langsung, tapi tidak berani, jadi tadi coklatnya kumasukkan saja ke tasmu"
...
***
"aku bingung"
"bingung kenapa?"
"si anu ngechat, dia ngajak balikan"
"balikan aja, dia tidak terbiasa tanpa kamu, sementara aku biasa sendiri, lagian kita baru bertemu sebentar, kamu yakin aku bukan pelarian atau semacamnya?
"gak. Menurutmu yang selama ini kulakukan buatmu itu aku buat-buat?
"tidak sih..."
"aku rasa itu cukup untuk membuktikan kamu bukan pelarian."
***
"hati-hati di jalan! ♡"
Sebuah pesan singkat yang tertulis dalam kemasan coklat yang dimasukkan diam-diam ke dalam tasku pagi itu. Aku akan pulang ke rumah, liburan akhir tahun sekaligus libur semester 7. Dia tidak pulang. PKL membuatnya tidak bisa menikmati liburan akhir tahun karena tahun ajaran yang waktunya dipadatkan sehingga semester 6 dimulai lebih awal. Dia mengantarkan aku ke stasiun, setelah malamnya kami nonton film. Diantar ke stasiun adalah suatu hal berharga bagiku yang selama ini selalu pergi ke stasiun sendiri. Di sekitar gerbang check in aku masih saja berdiri di sebelahnya, dia menatapku, aku menatapnya. "gak papa, cuma tiga minggu ini kan..."
"aku sudah di kereta. Hey kapan kamu memasukkan coklat ini? Aku tidak sadar sama sekali"
"tadi waktu antre check-in. Ah payah kamu, seandainya aku copet sudah habis barangmu. Tadi bahkan aku sampai diliatin orang-orang dikira copet."
"ah gituu... Makasih yaaa hehe"
"emm... Kita boleh pacaran? Aku udah sayang kamu. Aku mau bilang langsung, tapi tidak berani, jadi tadi coklatnya kumasukkan saja ke tasmu"
...
***
"aku bingung"
"bingung kenapa?"
"si anu ngechat, dia ngajak balikan"
"balikan aja, dia tidak terbiasa tanpa kamu, sementara aku biasa sendiri, lagian kita baru bertemu sebentar, kamu yakin aku bukan pelarian atau semacamnya?
"gak. Menurutmu yang selama ini kulakukan buatmu itu aku buat-buat?
"tidak sih..."
"aku rasa itu cukup untuk membuktikan kamu bukan pelarian."
Subscribe to:
Posts (Atom)