Sunday, October 16, 2016

and I will try to fix you

And I will try to fix you.
Coldplay – Fix You

Rabu malam, 17 Februari 2016. Aku berusaha keras mengingat kembali materi apa yang telah diberikan dosenku. Semester pertama ini benar-benar berat untukku. Libur panjang setelah lulus SMA kemarin benar-benar liburan untukku. Tak sekalipun aku menyentuh buku-buku latihan soal seperti beberapa bulan menjelang ujian akhir. Inilah akibatnya, aku tak dapat menerima materi yang diberikan oleh dosenku di semester pertama ini. Padahal sebenarnya materi-materi yang beliau berikan sedikit banyak sudah pernah aku dapatkan saat SMA. Kebiasaanku selama semester pertama ini pun buruk. Bagaimana tidak? Hampir setiap sesi kuliah aku tertidur. Yaa... kebiasaan selama masa orientasi telah membuatku seperti ini. Dan akhirnya waktu ujian akhir semester satu pun tiba. Aku kelabakan. Hanya seujung kuku materi yang aku bisa. Disinilah aku sekarang, dalam kamar, berkutat dengan berlembar-lembar soal matriks dan kertas coret-coret di saat teman-temanku bercanda ria di ruang tv.
Aku mencoba mengerjakan satu soal. Soal itu memintaku mencari general invers dari sebuah matriks. Sebenarnya sudah berkali-kali aku menemukan soal semacam ini, tetapi tetap saja aku jarang mendapatkan hasil yang tepat. Kurang teliti adalah kelemahanku. Berkali-kali kucoba, aku tetap tak menemukan jawaban yang seperti didapatkan oleh temanku tadi sore. “Tuhan, serumit inikah?”
Frustasi, aku mengambil makanan ringan di sudut kamar. Kata mamaku, “kamu ga akan bisa mikir kalau perut kamu lapar.” Yaa aku berharap setelah makan aku bisa kembali fokus dan teliti. Satu menit, dua menit, sampai makanan ringan itu habis, aku memainkan ponselku. Ini adalah kebiasaan burukku dalam satu semester ini. 
Ting.... sebuah pesan masuk ke ponselku. Aku mengerjap. Kulirik jam dinding, 10.30. Aku mengambil handphone yang tergeletak di samping buku aljabar linear. Setelah makan cemilan tadi aku kembali membaca ringkasan materi lalu ketiduran dengan posisi masih memegang pensil dan ringkasan materi. Aku melihat nama pengirim pesan, Rama.
 “Mell...”
“Dalem”
“Aku pernah sakit, bekasnya sangat dalam dan selalu tiba-tiba muncul, tolong bantu aku sembuh.”
“Aku bisa bantu dengan cara apa?”
“Kamu tau caranya. Aku serius. Yang aku rasakan bukan susah move on atau ingin balikan, ini sakit Mell. Jadi tolong jangan samakan dengan orang yang dulu. Kamu....”
“Aku harus bagaimana untuk membantu kamu? Kamu ingin aku bagaimana?”
“Tetap seperti sekarang yang selalu hibur aku. J kamu seperti ini saja aku sudah senang. Maaf kalau aku menuntut sesuatu tapi aku tidak memaksa kamu kok“
“Iyaa aku coba J. Tak apa, aku mengerti.”
“Tidur Mell, maaf aku ngelantur. Tapi ini saatnya aku keluarkan semua yang dahulu.”
Aku tak terlalu paham dengan apa yang dimaksud Rama. Aku menanggapi perkataan Rama dengan denotatif. Sesaat setelah itu aku membuka profil akun sosial Rama, di sana tak lagi terpasang fotonya bersama Iswari. Aku membaca kembali pesannya. Otakku memutar mencari makna perkataannya.
Dia ingin aku tetap bersamanya, dia ingin aku membantunya melupakan kenangan buruknya bersama Iswari. Dia ingin aku tak menyamakannya dengan lelaki yang mendekatiku sebelumnya. Dia ingin...

Lamat-lamat terdengar suara lagu Fix You dari kamar sebelahku. “Iya Ram, I will try to fix you” kataku dalam hati dan aku kembali terlelap. 

kamu, yang masih betah di hati dan pikiranku


Apa aku terlalu menyayangimu? Ataukah aku hanya takut dengan cibiran orang orang tentang kita yang tak lagi bersama? Atau aku hanya ingin orang orang simpati kepadaku? Yang jelas aku sungguh merasakan ini. Merasakan kalau aku menyayangimu. Tak ingin melepasmu. Mungkin lebih tepatnya sampai sekarang aku belum bisa ikhlas melepasmu. kau berubah tiba tiba. Selalu dingin berbicara denganku. Tapi jauh aku menatap matamu entah kenapa aku menemukan pilu. Itu yang membuat aku belum bisa ikhlas melepasmu. Aku masih saja menganggap kamu menyayangiku seperti aku menyayangimu. Aku masih saja menganggap kamu butuh perhatianku seperti dulu. Meskipun di sisi lain aku takut perhatianku justru menyakitimu. Aku ingin berbicara denganmu. Aku ingin mendengarkan keluh kesahmu seperti dulu. Aku ingin kamu berterus terang padaku mengapa kamu ingin melepaskan aku, orang yang pernah kamu minta untuk tidak pergi darimu. Tapi mengapa kamu selalu membisu setiap kita bertemu. Memalingkan muka dan menghindari tatapanku. Mengapa?



Jakarta, 8/10/16. 10:22 pm