Senja disini berbeda dengan senja yang biasa ia
temui di ibukota. Indah, jingga, dan menenangkan. Sungguh, Maha Besar Tuhan
yang telah menciptakan senja begitu cantik di sini. Senja disini seperti
seorang gadis menanti lelakinya. Selalu kembali dengan rona jingga yang sama.
Mendebarkan, mengesankan. Tak peduli hujan yang muncul siang tadi, senja selalu
hadir menyenangkan. Senja yang begitu memikat menjadi pengingat untuk
istirahat. Senja seringkali membangkitkan sendu meski tak jarang memunculkan
rindu. Senja selalu bisa menderingkan lagu rindu dalam kepalanya. Rindu pada
ibukota ? Bukan. Rindu pada sesosok lelaki berpunggung indah yang berada di
kabupaten sebelah. Lelaki yang sama seperti senja. Sendu, namun memukau dan
membuat rindu.
“Ini senja
di Seluma, bagaimana senja di sana ?”
“…”
“Kau tau, aku baru saja bermain-main di pantai,
aku bertemu nelayan yang membawa ikan pari. Ini fotonya. Pantainya masih sepi, memang
tak sebagus pantai di kota, tapi sungguh menenangkan.”
“…”
“Ah iyaa,
tadi aku terjatuh dari sepeda motor.”
“…”
“Kau harus
menyempatkan berlibur yaa.”
“Tak bisakah
kau diam? Kita disini bukan untuk berlibur.”
“Ah iyaa,
maaf…”
Sendu.
Namun, ia memilih untuk mengabaikan perasaan
itu. Baginya, sudah sewajarnya laki-laki itu mengatakan demikian karena
tanggung jawab yang dipikulnya. Dan ia memilih bahagia bersama teman-temannya.
Kali ini saja. Sekali ini saja, meski perih di kakinya semakin terasa.
20180719_17.38
No comments:
Post a Comment