Tuesday, April 8, 2014

kleting kuning mencari cinta

Naskah Drama Kleting Kuning Mencari Cinta

Babak 1
Ibu Para Kleting                : “Anak-anakku, sini-sini ada sayembara, mau tau nggak sayembaranya apa?”
Para Kleting                        : “Mau dong bu!”
Ibu Para Kleting                : “Mau tau aja apa mau tau banget ?”
Kleting Hijau                       : “Ih, Ibu bercanda deh...”
Ibu Para Kleting                : “Okay okay, dengarkan baik baik. Ada sayembara kecantikan dan yang menang akan menjadi istri Prince Ande-Ande Lumut yang ganteng fix maksimal itu.”
Merah, Hijau, Biru           :”Apa??? “
Ibu Para Kleting                : “Iyaa benar, cepat sana kalian dandan, karena ibu ingin salah satu dari kalian memenangkan sayembara itu.”
Kleting  Biru                        : “Oke Bu, kami akan dandan secantik mungkin.”
(Para Kleting berdandan bersama)
Kleting Merah                   : (sambil mengoleskan bedak ke wajahnya) “Biru, Hijau, aku harus dandan secantik mungkin agar aku menjadi istri Prince Ande-Ande Lumut.”
Hijau, Biru                           : “Tidak, aku yang menang!” (bersorak bersamaan)
Kleting Merah                   : Tidak, aku yang menang, aku yang paling tua disini! (marah)
Ibu Para Kleting                : “Diaaam!!!!” (teriak keras) “Kalian kan bersaudara, kok malah berantem ? hah?”
Merah, Hijau, Biru           : “Iyaa buu.”
Ibu Para Kleting                : “Yellow, Yellow, come here please.”
Kleting Kuning                   : “Iyaa bu, ada apa?”
Ibu Para Kleting                : “Cepat rapikan peralatan rias itu!”
Kleting Kuning                   : “Oke Bu.” (dengan tatapan ceria)
Ibu Para Kleting                : “Cepat rapikan, nggak usah lelet fix maksimal jadi orang!”
Kleting Kuning                   : (merapikan) “Iyaa Bu. Jangan marah-marah terus dong. (berbalik menghadap ibunya) Ibu, Kleting Kuning mau minta izin untuk mengikuti sayembara.” (dengan tatapan melas)
Ibu dan Para Kleting       : (terkejut) “Apaa?”
Ibu Para Kleting                : “Kamu itu gak pantes ikut sayembara karena kamu dekil, jelek, dan bau (senyum sinis). Tapi baiklah, aku akan mendandanimu dengan senang hati.”
Kleting Kuning                   : “Terima kasih Bu.”
Ibu Para Kleting                : (mencoreng-coreng muka Kleting Kuning dengan lumpur) “Aku sudah selesai mendandanimu kleting kuning. Sana cuci pakaian dulu sebelum kamu pergi ke sayembara!”
(Kleting Kuning pergi membawa cucian.)
Babak 2
Kleting Kuning                  : (menghapus air mata di matanya) “Tuhan, mengapa nasibku jelek sekali? Wajahku ini menjadi coreng moreng (sambil mencuci pakaian) Tuhan, tolong aku... aku ingin mengikuti sayembara itu...”
(Tiba-tiba muncul malaikat.)
Malaikat                               : “Hai Kleting Kuning!”
Kleting Kuning                  : (terkejut dan melempar baju cuciannya) “Wow, siapa kau ini?”
Malaikat                               : (tertawa-tawa kecil) “Aku adalah utusan Tuhan yang dikirim untuk membantumu. Kau harus tabah, jangan dendam pada ibu maupun kakak-kakakmu. Lalu yakinlah bahwa orang yang baik dan jujur akan memperoleh kebahagiaan.”
Kleting Kuning                  : “Terima kasih Malaikat.” (sambil bersalaman pada malaikat)
Malaikat                               : (menyodorkan lidi ajaib) “Nih, buat kamu. Lidi ini bisa menaklukkan makhluk jahat. Tapi kamu harus memukul makhluk jahat itu dan mengucapkan mantra cung cung cung.”
Kleting Kuning                  : “Apa? Tung tung tung ?”
Malaikat                               : “Bukan, gini loh, cung cung cung.”
Kleting Kuning                  : “Oh, cung cung cung.”
Malaikat                               : “Iyaa, gitu...”
Kleting Kuning                  : “Baiklah, terima kasih Malaikat!”
Malaikat                               : “Sama-sama Kuning. Aku pergi dulu yaa, bye!” (menghilang)
Kleting Kuning                  : “Loh... kemana kamu Malaikat ? Kok hilang? Ya udah deh, aku pergi saja.”
Babak 3        
Kleting Merah                   : “Adik-adikkku, kita sudah sampai di tepi sungai.” (nengok ke kanan dan ke  kiri melihat adik-adiknya yang berdiri di sebelahnya)
Kleting Biru                         : “Iya mbakyu, tapi bagimana kita bisa menyeberang? Sungai ini begitu dalam dan sedang banjir, tak ada perahu disini, aku tak bisa berenang.” (panik, berjalan mondar-mandir di depan kakak dan adiknya)
Kleting Merah                   : “Diam kau Biru! Aku tidak bisa berpikir kalau kau seperti itu terus!” (melotot marah pada Biru)
Kleting Hijau                       : “Mbakyu, bagaimana kalau kita mencari bantuan saja?”
Kleting Biru                         : “Kau ini pelupa Hijau, tak ada perkampungan disini. Hish!” (kesal)
Kleting Hijau                       : “Tapi mbakyu...”
Kleting Merah                   : “Diam!” (membelakangi sungai dan melotot ke kedua adiknya)
Yuyu Kangkang                 : “Hohoho... siapa kalian? Beraninya mengganggu istirahatku!” (muncul dari dalam sungai dengan tiba-tiba)
Kleting Merah                   : “Aku bilang diaaaaaam!!!!” (berteriak marah sambil memejamkan mata)
Kleting Hijau                       : “Mbakyu, lihat dibelakangmu ada Yuyu Kangkang.” (menunjuk Yuyu ketakutan)
Kleting Merah                   : “Apa ?” (melotot)
Hijau Biru                             : “Yuyu Kangkang!!”
Kleting Merah                   : “Oh, Yuyu Kangkang (santai sambil balik badan kemudian terkejut dan berteriak) Yuyu Kangkang! Lariiiii.....”
Yuyu Kangkang                 : “Mau kemana kau ?” (menarik baju kleting merah dan mengangkatnya ke atas)
Kleting Merah                   : “Turunkan aku, aku mohon, aku minta maaf.”
Yuyu Kangkang                 : (menurunkan Merah) “Apa yang kalian lakukan disini ?”
Kleting Hijau                       : “Kami... kami mau menyeberang, bisakah kau menyeberangkan kami ?” (sedikit ketakutan)
Yuyu Kangkang                 : “Apa? Nyebrang ? Ih males bingitss!” (membuang muka)
Kleting Biru                         : “Ayolah, aku mohon, kami akan melakukan apa saja yang kau minta. Benar kan mbakyu ?” (menoleh kepada Kleting Merah)
Kleting Merah                   : “Iyaa, benar. Ayolaah...”
Yuyu Kangkang                 : “Emm, ya ya ya (mondar-mandir di depan ketiga orang itu) tapi ada syaratnya!”
Merah, Hijau, Biru           : “Apa ?”
Yuyu Kangkang                 : “Kalian harus menciumku! Hahaha.” (tangan sedeku di depan dada)
Merah, Biru, Hijau           : “Oh my God, oh my no, oh my wow!!”
Yuyu Kangkang                 : “Kenapa ? Kalian keberatan? Ya sudah, aku pergi saja.” (balik badan)
Kleting Merah                   : “Tunggu! Ijinkan kami berunding terlebih dahulu.”
(Kleting Merah, Kleting Biru, dan Kleting Hijau berunding membuat lingkaran, rangkul-rangkulan)
Kleting Hijau                       : “Aku tidak mau mbak, dia jelek, bau lagi.”
Kleting Biru                         : “Iyaa mbak, aku juga tidak mau.”
Kleting Merah                   : “Aku juga tidak mau, tapi bagaimana lagi, kita tidak dapat mengikuti sayembara kalau kita tidak menyeberang. Kita ikuti saja perintahnya.”
Biru dan Hijau                    : “Baiklah mbak.” (semuanya melepaskan rangkulan)
Kleting Merah                   : “Kami sudah membuat keputusan.”
Yuyu Kangkang                 : “Apa keputusan kalian ?”
Kleting Merah                   : “Kami menerima syaratmu, kami akan menciummu asal kau mau menyeberangkan kami.”
Yuyu Kangkang                 : “Oke, cium dulu dong!!” (nunjuk pipi)
(Kleting Merah, Biru, dan Hijau mencium Yuyu Kangkang)
Yuyu Kangkang                 : “Nah, gitu dong. Nyok nyeberang!” (menggandeng Kleting Merah, Biru dan Hijau. Mereka menyeberang sambil menyanyikan lagu JKT-48 “River”)
Yuyu Kangkang                 : “Sudah sampai!”
Merah, Biru, Hijau           : “Terima kasih!”
Yuyu Kangkang                 : “Sama-sama, bye! Aku balik dulu yee!” (kembali sambil tertawa-tawa) “Duh senangnya, dicium 3 gadis cantik.” (tiba di tepi sungai bertemu Kleting kuning)
Kleting Kuning                   : “Hei Yuyu Kangkang, maukah kau menyeberangkanku ? “
Yuyu Kangkang                 : “Tidak! Kau jelek, bau!”
Kleting Kuning                   : “Ayolah, kumohon Yuyu Kangkang... “(memelas)
Yuyu Kangkang                 : “Baik, tapi kau harus menciumku seperti ketiga gadis tadi.”
Kleting Kuning                   : “Menciummu ? Ih, ogah bingiitsss. Aku tidak mau! Asal kau tahu, kehormatan seorang wanita itu terletak pada kesuciannya.”
Yuyu Kangkang                 : “Kalau kau tidak mau menciumku, aku tidak akan menyeberangkan kamu!”
Kleting Kuning                   : “Kau tidak mau? Hish, rasakan ini! Cung cung cung.” (memukul yuyu kangkang dengan lidi)
Yuyu Kangkang                 : “Ampun... ya ya ya. Aku akan menyeberangkan kamu.” (bersimpuh, tangan di depan dada, memohon-mohon)
Kleting Kuning                   : “Ayo cepat seberangkan aku!”
Yuyu Kangkang                 : “Ayo berangkat.” (menyeberang bersama kleting kuning)
Babak 4
(ketiga kakak kleting kuning sampai di rumah ande-ande lumut)
Mbok Rondo Dadapan  : “Hei, kalian datang ternyata. Ada perlu apa ?”
Kleting Merah                   : “Begini mbok, kedatangan kami kemari ingin menyampaikan keinginan kami kepada Mbok Rondo.”
Mbok Rondo Dadapan  : “Keinginan apa itu ?”
Kleting Hijau                       : “Kami ingin mengikuti kontes kecantikan yang pangeran adakan, dimana nanti pemenangnya akan diperistri oleh pangeran.”
Mbok Rondo Dadapan  : “Apa yang membuat kalian berani mengikuti kontes ini ?”
Kleting Biru                         : “Oh tentu saja karena kami ini adalah wanita yang paling cantik di negeri ini! Maka dari itu kami berani mengikuti kontes ini.”
Kleting Hijau                       : “Dan kami pantas bingits menjadi istri pangeran Ande-ande Lumut.”
Mbok Rondo Dadapan  : (memanggil Ande-Ande Lumut) “Putraku si Ande-Ande Lumut/ Tumurana ana putri kang unggah-unggahi/ Putrine kang ayu rupane/ Kleting Ijo iku kang dadi asmane.”
Ande-Ande Lumut          : “Bu, ibu/ Kula mboten purun/ Kang putra takseh dereng medun/ Putri niku sesarengan Yuyu Kangkang.””
Kleting Hijau                       : “What the hell? Pinky swear kitty swear, banana cherry berry strawberry swear! (teriak) Apa maksud pangeran ?”
Ande-Ande Lumut          : “Kowe ngomong opo to ? Aku rak mudeng! Kalian itu adalah bekas Yuyu Kangkang.”
Kleting Merah dan Biru : “What ? Oh my God, oh my no, oh my wow?”
Kleting Merah                   : “Hei kau pangeran lumutan! Jaga itu mulut kau! Kau tak kenal siapa itu Yuyu Kangkang. Jadi tak usah sok tau deh!”
Ande-Ande Lumut          : “Memang masalah buat loh ?”
Kleting Biru                         : “Dasar kau lumutan!”
(Tiba-tiba Kleting Kuning datang.)
Kleting Kuning                   : “Permisi mbakyu, mbok, dan pangeran. Maksud saya datang kemari adalah saya juga ingin mengikuti kontes kecantikan ini.”
Merah, Biru, Hijau           : “What? Hahaha”
Kleting Merah                   : “Hei, kau kutil! Kau tak cocok mengikuti kontes ini.”
Kleting Biru                         : “Secara kau itu jelek, kucel, kudis, kurap, kutu air.”
Kleting Hijau                       : “Dan kau hanya seorang pembantu!”
Mbok Rondo Dadapan : “Hahaha, kau yakin ? Penampilanmu saja seperti itu! Kau tak pantas mengikuti kontes ini! Mana mau anakku diperistrikan seorang wanita seperti kau?”
Kleting Kuning                   : “Maaf mbok, saya yakin mengikuti kontes ini. Karena saya masih punya harga diri. Saya punya jiwa raga yang kuat atau orang biasa menyebutnya strong girl! Yah begitulah.”
Mbok Rondo Dadapan  : “Okelah, tunggu sebentar!  Putraku si Ande-Ande Lumut/ Tumurana ana putri kang unggah-unggahi/ Putrine kang ayu rupane/ Kleting Kuning iku kang dadi asmane.”
Ande-Ande Lumut          : (menjawab dengan nyanyian) “Bu, ibu/ Kula nembe purun/ Kang putra nembe badhe medun/ Putri niki putri ingkang kula suwun.”
Semuanya                           : (kaget) “What ?? oh my God oh my no, oh my wow??”
Ande-Ande lumut           : “Sebenarnya aku adalah pangeran dari Kediri bernama Panji Asmara Bangun, sednagkan Kleting Kuning adalah Putri Candra Kirana, kekasihku yang juga putri Raja Singasari.”
Kleting Kuning                   : “Aku makin jatuh hati karena kekasihku mampu menjaga kehormatanku sebagai wanita.”
Mbok Rondo Dadapan  : (malu) “Ibu minta maaf nak, selama ini Ibu tidak tahu dan sudah menyepelekanmu.”
Merah, Biru, Hijau        : (berbicara bersama) “Kami juga minta maaf!”
Kleting Kuning              : “Tidak apa-apa Ibu dan saudara-saudaraku. Aku sudah memaafkan kalian. Kalian tak perlu sungkan begitu. Ayo kita pergi ke istana.”
Semuanya                      : “Baiklah.”
(Lalu mereka pergi ke istana bersama-sama dan hidup bahagia selamanya)

Sunday, April 6, 2014

sajak kerinduan



Sajak Kerinduan

Bintang malam berjalan perlahan
Sang rembulan merangkak lambat
Malam melangkah pelan
Temaniku dalam kerinduan

Aku merindu
Rindu hangat senyummu
Rindu renyah tawamu
Ceritamu, gerak lincahmu
Aku rindu semua tentangmu

Tahukah kau tentang itu ?
Apakah kau juga merinduku
Seperti aku merindumu
Kuharap kau tahu itu
Dan rasakan rindu dalam hatimu
Untukku

Cepatlah kembali
Karna ku selalu menanti
Hari-hari indah lagi
Bersamamu disini

resensi novel



TUGAS RESENSI NOVEL
“Notasi”
Suatu hari aku akan kembali


·         Identitas novel
Judul buku       : Notasi
Penulis             : Morra Quatro
Penerbit           : GagasMedia
Tebal buku       : 300 halaman
Cetakan           : Cetakan pertama, 2013
Harga              : Rp44.000,00
Ukuran
             : 13 x 19 cm
ISBN
                 : 979-780-635-9

Rasanya sudah lama sekali sejak aku dan dia melihat pelangi di langit utara Pogung. Namun kembali ke kota ini, seperti menyeruakkan semua ingatan tentangnya;tentang janji yang terucap seiring jemari kami bertautan.
“Segera setelah semuanya berakhir, aku pasti akan menghubungimu lagi.”
Itulah yang dikatakannya sebelum dia pergi. Dan aku mendekap erat kata-kata itu, menanti dalam harap. Namun yang datang padaku hanyalah surat-surat tanpa alamat darinya. Kini di tempat yang sama, aku mengurai kembali kenangan-kenangan itu...


·         Kelebihan dan kekurangan novel

Novel percintaan untuk remaja-dewasa ini terangkai begitu indah dalam suasana masa lalu saat masa reformasi. Dengan membaca novel ini seolah-olah kita bisa melihat dan merasakan sendiri keadaan di indonesia saat masa-masa reformasi. Sehingga tak hanya cerita fiksi yang kita peroleh, namun juga sepenggal kisah tentang bangsa Indonesia saat itu. Novel ini pun juga dilengkapi oleh gambar-gambar yang mendukung latar tempat dari novel ini. Seperti denah kampus UGM, gedung-gedung kampus, Tugu Teknik, dan lain sebagainya. Selain itu akhir cerita novel ini yang terasa realistis juga membuat novel ini lebih unggul dari novel-novel lain yang endingnya terkadang merupakan suatu khayalan yang memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi dalam kehidupan nyata.
Cara penulis menggambarkan latar tempat terjadinya cerita ini juga begitu jelas dan gamblang. Dalam menuliskan novel ini, penulis menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan berhasil memancing emosi kita untuk ‘terlibat’ dalam cerita yang ditulisnya.
Sekilas tak ada kekurangan yang dimiliki oleh novel ini. Namun ada sedikit bagian dalam novel ini yang penulisannya sedikit salah, seperti yang seharusnya diberi spasi malah tidak diberi spasi. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi kemenarikan novel ini.
Melalui novel ini sepertinya penulis ingin kita melihat masa lalu dan mengenang perjuangan orang-orang yang hidup di masa itu untuk mempertahankan hidup. Dalam novel ini kita juga diajak untuk tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi hidup juga untuk menepati janji yang telah kita buat.
Teramat sayang bila novel cinta berhias kehidupan politik ini terlewatkan begitu saja. Novel ini pantas untuk dibaca oleh para remaja dan juga masyarakat pada umumnya.
 
·         Tentang pengarang
Morra Quatro telah menyukai dunia kepenulisan sejak remaja, meskipun baru menekuninya sejak tahun 2007 saat ia bergabung dengan sebuah komunitas menulis online. Saat ini Morra berdomisili di Jakarta, dengan kegiatan utama menulis serta memberikan training bahasa inggris untuk korporat. Morra mengagumi John Lennon sebagai idola menulis, sekaligus sebagai musisi dan pengejar mimpi. Notasi adalah novel ketiganya setelah “Believe” yang diterbitkan oleh GagasMedia di tahun 2011 dan “Forgiven” pada tahun 2010 yang telah masuk sebagai nominasi novel terfavorit di Anugrah Pembaca Indonesia 2011.
Morra bisa ditemui lewat e-mail di morraholics@gmail.com lewat Facebook di akun Morra Quatro, twitter di akun @Miss_Morra, atau blog di www.morraquatro.tumblr.com
 
KISAH CINTA DAN REFORMASI
Novel ini menceritakan seorang mahasiswi jurusan kedokteran gigi Univesitas Gadjah Mada bernama Nalia yang jatuh hati kepada Giftan Mariano Alatas –Nino – yang merupakan seorang mahasiswa S1 teknik elektro di universitas yang sama. Kisah keduanya berlatarkan di Yogyakarta khususnya Universitas Gadjah Mada pada masa-masa sesaat sebelum reformasi, sekitar tahun 1995, masa reformasi, dan satu dekade setelahnya.
Nalia adalah seorang anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) fakultas kedokteran gigi. Bersama rekan-rekannya dalam BEM, Tengku, Lin Lin, Zee, dan Aryo, mereka mengadakan lomba karya tulis untuk mahasiswa. Hal ini dimaksudkan untuk membangkitkan kembali kebersamaan antar anggota BEM.
Kisah ini dimulai ketika Nalia dan Zee pergi ke kampus teknik elektro guna membicarakan masalah publikasi mengenai lomba karya tulis yang mereka adakan melalui Radio Jawara FM –saat ini bernama Swaragama FM – milik anak S1 teknik elektro. Radio ini merupakan radio lokal yang belum memiliki izin siar resmi. Dalam perjalanan menuju sekretariat Radio Jawara keduanya bertemu Nino dan Farel yang sedang meng-OSPEK mahasiswa baru fakultas teknik. Nalia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan Nino kala itu. Sesampainya di sekretariat Radio Jawara, Nalia dan Zee harus menanggung rasa kecewa karena dengan sepihak dan tiba-tiba Radio Jawara menaikkan biaya publikasi. Padahal biaya yang mereka miliki sangat terbatas untuk itu. Zee kemudian mengusulkan untuk mempublikasikan acara mereka melalui Radio Gama FM milik anak D3 teknik elektro. Namun lagi-lagi mereka harus menanggung kecewa karena Gama FM juga menolak dengan alasan mereka sudah diperingatkan oleh dekan untuk tidak melakukan siaran, karena hal itu merupakan sebuah tindakan ilegal. Di depan kampus teknik elekto D3 itulah Nalia kembali  bertemu Nino, kali dengan suasana berbeda dan lebih dekat yang akan terus dikenangnya. Karena bermasalah dengan publikasi, terpaksa acara fakultas kedokteran gigi tersebut ditunda dan kepanitiaan di-suspend.
Beberapa bulan setelaah itu, kembali diadakan rapat panitia untuk membahas tentang lomba tersebut. Mereka mengubah cara publikasi dengan meggunakan poster, pamflet, brosur dan semacamnya yang harus diedarkan oleh masing-masing panitia. Nalia mendapat tugas untuk menyebarkan poster di kampus teknik. Ketika hendak memberikan poster tersebut, dia mendapati para petinggi Radio Jawara sedang berselisih paham. Mereka berselisih karena muncul di surat kabar bahwa telah ada korupsi dengan cara memalsukan tanda tangan yang dilakukan oleh pengurus Radio Jawara. Di sana Nalia kembali bertemu Nino yang kemudian mengajaknya pergi ke sebuah warung bernama Tiada Tara dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Di warung Tiada Tara itulah Nalia benar-benar merasa jatuh hati pada Nino.
Malam puncak Lomba karya tulis pun tiba. banyak orang telah hadir, namun tak satupun dari anak teknik tersebut datang. Nalia yang mengetahui bahwa mereka mengadakan acara sendiri pun kesal dan langsung menuju ke kampus teknik. Dia ingin mencari Nino yang telah berjanji untuk hadir di acara FKG saat mereka berada di warung Tiada Tara. Nalia menemukan Nino. Tak lama setelah itu keduanya beserta anggota BEM teknik menuju ke acara FKG. Di tengah-tengah acara tersebut tiba-tiba mereka yang hadir dikagetkan oleh teriakan dan tembakan seseorang. Orang tersebut adalah anggota militer yang sedang mencari seorang penulis karya ilmiah yang menuliskan tentang orde baru dan mengkritik pemerintah. Memang tak ada korban dalam kejadian itu, namun hal itu telah membuat suasana menjadi benar-benar menegangkan. Seusai acara, beberapa mahasiswa berkumpul untuk membahas hal ini bersama Pak Sanusi seorang dosen ortodensi. Dalam rapat kecil tersebut mereka akhirnya bersepakat untuk melakukan aksi perlawanan kepada pemerintah walaupun untuk melakukannya mereka mendapat resiko yang besar.
Beberapa bulan kemudian, demonstrasi benar-benar pecah hampir di seluruh bagian Indonesia termasuk Yogyakarta. Nino, Farel, Gomez, Tengku, Lin Lin, Zee dan Ve ikut dalam demonstrasi tersebut. Nalia awalnya berdiam di rumah namun dia tak bisa berlama-lama, disusulnya teman-temannya dan bergabung dalam demonstrasi. Di tengah demonstrasi tersebut, tiba-tiba datang aparat bersenjata yang memukul mundur para mahasiswa tersebut. Ketika hendak melarikan diri bersama Nalia, Zee, dan Ve, Lin Lin ditangkap oleh seseorang. Nalia mengetahui hal itu dan menolong Lin Lin, datanglah Nino dan Tengku yang juga membantu Nalia. Nino menyuruh Nalia untuk menyelamatkan diri bersama gadis yang lain, dan itu adalah terakhir kalinya Nalia melihat Nino.
Tahun 1998, Presiden Soeharto telah turun dari jabatannya. Tahun berganti, namun Nalia masih tidak mendapatkan kabar apapun dari Nino. Hingga suatu ketika dia mendapatkan surat-surat dari Nino yang dititipkan melalui Farel, Aziz dan Amir ketika mereka mengurus ijin siar Radio Jawara FM.
Nalia terus menunggu dan mencari informasi tentang Nino. Namun hanya sedikit informasi yang dapat diketahuinya dan hanya sebuah foto Nino dengan wajah terlihat jelas yang dengan susah payah didapatnya dari sekretariat Jawara FM.
Penantian Nalia tidak sia-sia, pada akhirnya Nino benar-benar kembali. Nalia menemukannya bermain basket di lapangan basket kampus teknik kurang lebih satu dekade kemudian. Namun semuanya sudah berubah. Nino sudah menjadi seorang engineer dan  memiliki orang lain sebagai tempatnya kembali, bukan Nalia melainkan Ve yang bernama lengkap Veronika. Gadis yang sudah mencintainya sejak dulu. Dan Nalia, kini telah bersama Faris, seorang relawan yang telah banyak melihat dunia walaupun sedikit lebih muda daripada Nalia.