TUGAS RESENSI NOVEL
“Notasi”
Suatu hari aku akan kembali
·
Identitas novel
Judul buku : Notasi
Penulis : Morra Quatro
Penerbit : GagasMedia
Tebal buku : 300 halaman
Cetakan : Cetakan pertama, 2013
Harga : Rp44.000,00
Ukuran : 13 x 19 cm
ISBN : 979-780-635-9
Ukuran : 13 x 19 cm
ISBN : 979-780-635-9
Rasanya sudah
lama sekali sejak aku dan dia melihat pelangi di langit utara Pogung. Namun
kembali ke kota ini, seperti menyeruakkan semua ingatan tentangnya;tentang
janji yang terucap seiring jemari kami bertautan.
“Segera setelah
semuanya berakhir, aku pasti akan menghubungimu lagi.”
Itulah yang
dikatakannya sebelum dia pergi. Dan aku mendekap erat kata-kata itu, menanti
dalam harap. Namun yang datang padaku hanyalah surat-surat tanpa alamat
darinya. Kini di tempat yang sama, aku mengurai kembali kenangan-kenangan
itu...
·
Kelebihan dan kekurangan novel
Novel percintaan
untuk remaja-dewasa ini terangkai begitu indah dalam suasana masa lalu saat
masa reformasi. Dengan membaca novel ini seolah-olah kita bisa melihat dan
merasakan sendiri keadaan di indonesia saat masa-masa reformasi. Sehingga tak
hanya cerita fiksi yang kita peroleh, namun juga sepenggal kisah tentang bangsa
Indonesia saat itu. Novel ini pun juga dilengkapi oleh gambar-gambar yang
mendukung latar tempat dari novel ini. Seperti denah kampus UGM, gedung-gedung
kampus, Tugu Teknik, dan lain sebagainya. Selain itu akhir cerita novel ini yang
terasa realistis juga membuat novel ini lebih unggul dari novel-novel lain yang
endingnya terkadang merupakan suatu khayalan yang memiliki kemungkinan kecil untuk
terjadi dalam kehidupan nyata.
Cara penulis
menggambarkan latar tempat terjadinya cerita ini juga begitu jelas dan
gamblang. Dalam menuliskan novel ini, penulis menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti dan berhasil memancing emosi kita untuk ‘terlibat’ dalam cerita yang
ditulisnya.
Sekilas tak ada
kekurangan yang dimiliki oleh novel ini. Namun ada sedikit bagian dalam novel
ini yang penulisannya sedikit salah, seperti yang seharusnya diberi spasi malah
tidak diberi spasi. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi kemenarikan
novel ini.
Melalui novel
ini sepertinya penulis ingin kita melihat masa lalu dan mengenang perjuangan
orang-orang yang hidup di masa itu untuk mempertahankan hidup. Dalam novel ini
kita juga diajak untuk tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi
hidup juga untuk menepati janji yang telah kita buat.
Teramat sayang
bila novel cinta berhias kehidupan politik ini terlewatkan begitu saja. Novel
ini pantas untuk dibaca oleh para remaja dan juga masyarakat pada umumnya.
·
Tentang pengarang
Morra
Quatro telah menyukai dunia kepenulisan sejak remaja, meskipun baru menekuninya
sejak tahun 2007 saat ia bergabung dengan sebuah komunitas menulis online. Saat
ini Morra berdomisili di Jakarta, dengan kegiatan utama menulis serta
memberikan training bahasa inggris untuk korporat. Morra mengagumi John Lennon
sebagai idola menulis, sekaligus sebagai musisi dan pengejar mimpi. Notasi
adalah novel ketiganya setelah “Believe” yang diterbitkan oleh GagasMedia di
tahun 2011 dan “Forgiven” pada tahun 2010 yang telah masuk sebagai nominasi
novel terfavorit di Anugrah Pembaca Indonesia 2011.
Morra
bisa ditemui lewat e-mail di morraholics@gmail.com lewat Facebook
di akun Morra Quatro, twitter di akun @Miss_Morra, atau blog di www.morraquatro.tumblr.com
KISAH CINTA DAN
REFORMASI
Novel ini menceritakan seorang mahasiswi jurusan kedokteran gigi Univesitas
Gadjah Mada bernama Nalia yang jatuh hati kepada Giftan Mariano Alatas –Nino –
yang merupakan seorang mahasiswa S1 teknik elektro di universitas yang sama. Kisah
keduanya berlatarkan di Yogyakarta khususnya Universitas Gadjah Mada pada
masa-masa sesaat sebelum reformasi, sekitar tahun 1995, masa reformasi, dan
satu dekade setelahnya.
Nalia adalah seorang anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) fakultas
kedokteran gigi. Bersama rekan-rekannya dalam BEM, Tengku, Lin Lin, Zee, dan Aryo,
mereka mengadakan lomba karya tulis untuk mahasiswa. Hal ini dimaksudkan untuk
membangkitkan kembali kebersamaan antar anggota BEM.
Kisah ini dimulai ketika Nalia dan Zee pergi ke kampus teknik elektro guna
membicarakan masalah publikasi mengenai lomba karya tulis yang mereka adakan
melalui Radio Jawara FM –saat ini bernama Swaragama FM – milik anak S1 teknik
elektro. Radio ini merupakan radio lokal yang belum memiliki izin siar resmi.
Dalam perjalanan menuju sekretariat Radio Jawara keduanya bertemu Nino dan Farel
yang sedang meng-OSPEK mahasiswa baru fakultas teknik. Nalia merasakan ada
sesuatu yang berbeda dengan Nino kala itu. Sesampainya di sekretariat Radio Jawara,
Nalia dan Zee harus menanggung rasa kecewa karena dengan sepihak dan tiba-tiba
Radio Jawara menaikkan biaya publikasi. Padahal biaya yang mereka miliki sangat
terbatas untuk itu. Zee kemudian mengusulkan untuk mempublikasikan acara mereka
melalui Radio Gama FM milik anak D3 teknik elektro. Namun lagi-lagi mereka harus
menanggung kecewa karena Gama FM juga menolak dengan alasan mereka sudah
diperingatkan oleh dekan untuk tidak melakukan siaran, karena hal itu merupakan
sebuah tindakan ilegal. Di depan kampus teknik elekto D3 itulah Nalia kembali bertemu Nino, kali dengan suasana berbeda dan
lebih dekat yang akan terus dikenangnya. Karena bermasalah dengan publikasi,
terpaksa acara fakultas kedokteran gigi tersebut ditunda dan kepanitiaan
di-suspend.
Beberapa bulan setelaah itu, kembali diadakan rapat panitia untuk membahas
tentang lomba tersebut. Mereka mengubah cara publikasi dengan meggunakan
poster, pamflet, brosur dan semacamnya yang harus diedarkan oleh masing-masing
panitia. Nalia mendapat tugas untuk menyebarkan poster di kampus teknik. Ketika
hendak memberikan poster tersebut, dia mendapati para petinggi Radio Jawara
sedang berselisih paham. Mereka berselisih karena muncul di surat kabar bahwa
telah ada korupsi dengan cara memalsukan tanda tangan yang dilakukan oleh
pengurus Radio Jawara. Di sana Nalia kembali bertemu Nino yang kemudian
mengajaknya pergi ke sebuah warung bernama Tiada Tara dan menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi. Di warung Tiada Tara itulah Nalia benar-benar merasa jatuh
hati pada Nino.
Malam puncak Lomba karya tulis pun tiba. banyak orang telah hadir, namun
tak satupun dari anak teknik tersebut datang. Nalia yang mengetahui bahwa
mereka mengadakan acara sendiri pun kesal dan langsung menuju ke kampus teknik.
Dia ingin mencari Nino yang telah berjanji untuk hadir di acara FKG saat mereka
berada di warung Tiada Tara. Nalia menemukan Nino. Tak lama setelah itu
keduanya beserta anggota BEM teknik menuju ke acara FKG. Di tengah-tengah acara
tersebut tiba-tiba mereka yang hadir dikagetkan oleh teriakan dan tembakan
seseorang. Orang tersebut adalah anggota militer yang sedang mencari seorang
penulis karya ilmiah yang menuliskan tentang orde baru dan mengkritik
pemerintah. Memang tak ada korban dalam kejadian itu, namun hal itu telah
membuat suasana menjadi benar-benar menegangkan. Seusai acara, beberapa
mahasiswa berkumpul untuk membahas hal ini bersama Pak Sanusi seorang dosen
ortodensi. Dalam rapat kecil tersebut mereka akhirnya bersepakat untuk melakukan
aksi perlawanan kepada pemerintah walaupun untuk melakukannya mereka mendapat
resiko yang besar.
Beberapa bulan kemudian, demonstrasi benar-benar pecah hampir di seluruh
bagian Indonesia termasuk Yogyakarta. Nino, Farel, Gomez, Tengku, Lin Lin, Zee
dan Ve ikut dalam demonstrasi tersebut. Nalia awalnya berdiam di rumah namun
dia tak bisa berlama-lama, disusulnya teman-temannya dan bergabung dalam demonstrasi.
Di tengah demonstrasi tersebut, tiba-tiba datang aparat bersenjata yang memukul
mundur para mahasiswa tersebut. Ketika hendak melarikan diri bersama Nalia,
Zee, dan Ve, Lin Lin ditangkap oleh seseorang. Nalia mengetahui hal itu dan
menolong Lin Lin, datanglah Nino dan Tengku yang juga membantu Nalia. Nino menyuruh
Nalia untuk menyelamatkan diri bersama gadis yang lain, dan itu adalah terakhir
kalinya Nalia melihat Nino.
Tahun 1998, Presiden Soeharto telah turun dari jabatannya. Tahun berganti,
namun Nalia masih tidak mendapatkan kabar apapun dari Nino. Hingga suatu ketika
dia mendapatkan surat-surat dari Nino yang dititipkan melalui Farel, Aziz dan Amir
ketika mereka mengurus ijin siar Radio Jawara FM.
Nalia terus menunggu dan mencari informasi tentang Nino. Namun hanya
sedikit informasi yang dapat diketahuinya dan hanya sebuah foto Nino dengan
wajah terlihat jelas yang dengan susah payah didapatnya dari sekretariat Jawara
FM.
Penantian Nalia tidak sia-sia, pada akhirnya Nino benar-benar kembali.
Nalia menemukannya bermain basket di lapangan basket kampus teknik kurang lebih
satu dekade kemudian. Namun semuanya sudah berubah. Nino sudah menjadi seorang
engineer dan memiliki orang lain sebagai
tempatnya kembali, bukan Nalia melainkan Ve yang bernama lengkap Veronika.
Gadis yang sudah mencintainya sejak dulu. Dan Nalia, kini telah bersama Faris,
seorang relawan yang telah banyak melihat dunia walaupun sedikit lebih muda
daripada Nalia.
No comments:
Post a Comment