Thursday, July 11, 2019

Mencintai Tak Pernah Mudah, Dicintai Tak Selalu Indah (3)

"Benar kata orang, jatuh cinta itu sekian detik saja bisa, merawatnya yang susah."

***




Sabtu sore, aku dan beberapa kawanku yang lain mengajar anak-anak di desa itu. Ada dua desa yang kami kunjungi. Sebut saja desa A dan desa B. Desa A tempat kami menginap penduduknya lebih banyak. Lokasinya pun bisa terbilang lebih mudah dijangkau daripada desa B yang berada di dataran yang lebih tinggi. Kami terbagi menjadi dua kelompok dalam kegiatan ini. Aku di desa A bersama teman-temanku yang seangkatan dan dua adik tingkat. Sedangkan yang lain mengajar di desa B. 

Sungguh terasa sekali perbedaan anak-anak di desa dan di kota. Di desa, anak-anak masih sulit menangkap materi pembelajaran yang diberikan. Hanya satu-dua saja yang mampu mengerti dengan mudah. Namun, semangat mereka patut mendapatkan apresiasi. Hadir tepat waktu, berpenampilan rapi, dan menyiapkan alat tulis mereka -yang pada akhirnya aku tahu bahwa kebanyakan dari mereka kekurangan buku tulis. Begitulah, di masjid Desa A yang menjadi titik kumpul warga-warga ini kami bisa berbagi ilmu dengan adik-adik itu. Materi yang diajarkan ? tidak jauh dari materi akademik. matematika, IPA, kebersihan dan kesehatan. Sungguh, rasanya bahagia sekali bisa berbagi dengan mereka. Melihat mereka tertawa, tersenyum, malu-malu, tersipu, bingung, ah banyak sekali ekspresi yang mereka tunjukkan. Tuhan sangat berbaik hati mempertemukan aku dengan mereka saat aku sedang dalam masa-masa kehilangan semangat.  

Malam itu kami makan nasi dengan lauk spagetti dan krupuk sebagai pelengkap. Ya, hujatlah, toh yang penting kami makan. Kali ini aku tidak makan bersama anak itu lagi. Dia makan sendirian. Ketika semuanya sudah selesai makan, tinggal aku saja yang belum selesai sampai ditinggalkan oleh partner makanku. "kamu memang harus makan bareng si anu deh biar ada yang nungguin."

"Jadi besok kita tukar ya kak, yang tadi di Desa A, besok ke Desa B."
"Tapi kan aku gak tau kalian tadi mengajarkan apa di Desa B ?"
"Emm gimana ya, oh gini aja kak, kita tukar soal aja, jadi aku buat soal untuk Desa B, kakak buat soal untuk Desa A. nah nanti kita tukar."
"Oke, setuju." 
"Eh kak, si anu mau ikut ke desa B lagi yaa. Katanya masih penasaran sama kembang desanya."

Malam itu, adik-adik tingkatku itu bermain kartu Spy-Resistance di homestay kami. Aku sangat lelah dan ingin tidur sebetulnya, tapi mereka masih betah main. Anak itu selalu dituduh jadi orang jahat. Kasihan sekali. Setelah aku mandi dan kurasa terlalu malam untuk mereka main, aku menyuruh mereka pergi. 

***

Pagi ini dimulai dengan memotong-motong sayur dan memasak. Tidak, bukan aku yang memasak, aku hanya membantu saja. Adik-adik tingkat itu datang lagi dan memainkan hal yang sama. Awalnya aku tidak tertarik, tapi sepertinya asik. 

"Jadi gini kak, ada Spy ada Resistance. Spy bisa mengeluarkan kartu merah dan hitam. tapi Resistance hanya bisa merah. Resistance harus menebak siapa Spy. kakak bisa milih beberapa orang buat diajak main, sesuai ketentuan. poinnya dihitung dari berapa banyak kartu muncul. jika kartu yang muncul semuanya merah, maka satu poin untuk resistance. namun jika kartu hitam muncul, maka satu poin untuk Spy."
"Oke."
"Mulai dari anu ya, pilih satu orang buat diajak main. 
"Aku mau ajak kakak."

...

di matamu, aku menemukan binar itu kembali. 
hatiku bilang akan menyimpan momen ini. 


Bersambung. 1107


No comments:

Post a Comment